Rabu, 15 April 2015 |

Satu Sisi tentang Mandi

Dalam Islam, tidak ada satupun anjuran tentang berapa kali mandi dalam satuan waktu. Misal, mandi 2X sehari. Padahal Islam mencintai kebersihan dan keindahan. Pertanyaannya, apakah bersih dan indah selalu identik dengan mandi? Bila kita mau berbicara tentang perilaku keseharian dalam sudut pandang Islam, kaidahnya menjadikan Rasulullah sebagai acuan dan teladan. Dalam literatur sirah nabawiyah mungkin tidak ditemukan riwayat tentang porsi Rasulullah  mandi dalam sehari, seminggu, dst.? Kita hanya bisa menerka-nerka berdasarkan sikondo (situasi, kondisi, domisili) waktu itu.

Rasulullah hidup di tanah Arab dengan cuaca panas dan tandus. Beda dengan Indonesia yang secara umum tingkat kepanasannya jauh dibawah negeri Arab sana. Bila orang Indonesia saja mempunyai tradisi mandi 2X sehari, mestinya orang Arab lebih banyak dari itu, mengingat cuaca panasnya yang lebih bikin tubuh gerah.

Iklim Arab seperti yang tersebut di atas juga berpengaruh pada sulitnya akses air. Dikisahkan, ada seorang Sahabat yang mandi junub dengan mengguyurkan seluruh badannya ke tanah akibat tidak mendapatkan air. Selain itu, ada banyak Hadits yang menerangkan wajibnya menghemat air, tidak menggunakannya berlebihan hatta di lautan sekalipun. Bahkan ada riwayat bahwa air bekas wudhu’ ditampung dalam wadah dan digunakan kembali untuk berwudhu’ (ini juga bantahan terhadap orang yang meyakini air musta’mal itu suci tapi tidak menyucikan). Bayangkan, untuk mandi wajib saja tidak mendapatkan air, apalagi mandi rutin 2-3X sehari?! Dan lautan tentu tidak akan surut meski digunakan untuk mandi atau berwudhu’ sepuasnya. Akan tetapi, Islam tetap menganjurkan untuk tetap berhemat. Begitu pula peristiwa pendaurulangan air wudhu’ yang dilakukan Sahabat kala itu.

Kembali pada masalah di atas, berapa kali Rasulullah ﷺ mandi dalam sehari? Setelah membahas sedikit tentag kondisi geografis di Arab sana, kita boleh melirik kembali kisah-kisah Rasulullah ﷺ di masa silam. Salah satu contohnya, tradisi bepergian. Zaman itu, disaat belum ada teknologi kendaraan bermesin, orang2 tidak bisa mencapai tempat tujuan dalam waktu yang cepat. Mereka hanya menggunakan alat transportasi alami seperti kuda dan onta. Otomatis perjalanan memakan waktu berhari-hari. Mereka harus melewati setapak demi setapak jalan. Belum lagi melintasi gurun yang sangat luas. Dalam kondisi seperti itu, akankah si musafir sempat mandi untuk sekedar menyegarkan tubuhnya?

Bagaimana halnya dalam kondisi muqim? Apakah Rasulullah ﷺ merutinkan mandi 2X sehari, atau paling tidak mandi sekali dalam sehari? Mari berimajinasi! Saat itu akses air benar-banar tidak mudah, apalagi dalam jumlah yang berlimpah. Atas kondisi inilah Islam menetapkan alternatif berupa tayammum sebagai penggati wudhu’ dan mandi junub. Tentu tayammum dirasa tidak cukup untuk menggantikan model mandi layaknya orang Indonesia, karena menggunakan debu yang hanya diusapkan pada wajah dan tangan. Satu.

Yang kedua, ciri fisik orang2 Arab dahulu adalah berambut gondrong dan hampir semuanya memanjangkan jenggot. Kalau mereka mandi, tentu membutuhkan lebih banyak air untuk membasahi rambut dan membersihkan jenggotnya. Sedangkan, sekali lagi, kondisi saat itu sangat kekurangan air. Mungkin tidak Rasulullah ﷺ beserta para Sahabat merutinkan mandi 2X sehari? Penulis berkesimpulan, mandi 2X sehari tidak termasuk sunnah Nabi  dan para Sahabat. Lalu, beranikah kita mengatakan mereka tidak mencintai kebersihan dan keindahan? Bukankah kita sebagai umat Muslim harus meneladani Rasulullah ?!

Orang yang malas mandi selayaknya bisa mengganti kegiatan mandinya dengan kegiatan yang lebih positif, seperti baca buku. Ketika penulis nyantri dulu, ada komunitas kutu buku yang cirinya memang jarang mandi. Mottonya, “Ngapain mandi? Mending waktu mandi dipake untuk membaca buku. Lumayan bisa sampai 5–10 lembar.” Mandi adalah kenikmatan sesaat. Kesegaran badan akibat mandi mungkin hanya bertahan 1-2 jam. Orang yang merutinkan mandi tak lebih dari pencari kenikmatan sesaat. Bandingkan dengan membaca buku yang syarat dengan ilmu dan pengetahuan, dimana keduanya adalah hal terpenting dalam kehidupan ini. Tentu manusia berakal pasti memilih sesuatu yang bermanfaat dalam jangka waktu yang lebih panjang.

Sungguh malang nasib orang yang merutinkan mandi, tersebab ia tidak pernah merasakan nikmatnya mandi. Boleh jadi ia merasa segar setelah mandi, namun kesegaran yang ia rasakan tidaklah sebanding dengan kenikmatan kaum tertentu yang telah mencapai derajat ma'rifat dalam hal mandi. Bila ingin merasakan puncak kenikmatan mandi, satu-satunya cara adalah dengan menahan mandi atau puasa mandi. Hal ini boleh dilakukan paling sebentar 3 hari. Semakin lama jangka waktunya, maka semakin tinggi pula kenikmatan mandi yang akan dirasakan. Tak ada bedanya dengan makan dan minum. Bila ingin mencapai puncak kenikmatan keduanya, lakukanlah puasa. Dan banyak hal sejenis lainnya.

Sampai di sini timbul pertanyaan, kenapa kalo gak mandi badan terasa gerah, bahkan ada sebagian orang yang gatal-gatal? Mungkin saja itu respon biologis karena badan sudah dibiasakan mandi secara rutin. Namun, penyebab utama atas hal ini adalah sugesti. Ya, sejak kecil pikiran kita sudah tersugesti bahwa badan ini harus diguyuri air minimal 2X sehari, kalo tidak… bla bla bla. Akibatnya, dengan kita tidak melakukannya, maka yang dikhawatirkan benar2 terjadi. Bila kita mampu keluar dari kungkungan sugesti tersebut, dengan izin Allah itu tidak akan terjadi. Badan akan tetap segar dan tidak bau. Terkait hal ini, penulis sudah membuktikannya dengan menjalankan ritual puasa mandi selama 7 hari. Selamat mencoba!


Instagram