Selasa, 03 Maret 2009 |

Join English Competition

Masa UAS SMA. Terlihat pak Ali sedang riwa-riwi di luar kelas sambil memegang beberapa lembar kertas. Jam istirahat aku diminta menemuinya di kantor. Sesampainya di sana, aku ditanya perihal kesiapanku untuk mengikuti lomba pidato Bahasa Inggris di Bangkalan. Ternyata mulai tadi beliau mencari siswa yang mau diikutkan dalam lomba itu. Pondok Pesantren Syaichona Cholil adalah lembaga penyelenggara kompetisi tersebut. Acara itu dilaksanakan dalam rangka "mempromosikan" kampus barunya yang bernama STITS (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syaichona Cholil) yang dikemas dalam rangka memperingati tahun baru Hijriyah. Aku jadi bingung. Kalau menyanggupi jadi pesimis karena sedikitnya pengalaman, apalagi lombanya se-Madura. Selama ini hanya pernah ikut lomba pidato Bahasa Inggris tingkat regional/se-Annuqayah. Itupun pas MTs saja. Tapi Alhamdulillah, aku mendapat juara satu terus. Hehee. Akhirnya aku mencoba mensugesti diri dengan membuang pikiran-pikiran negatif itu. Aku pun menyetujuinya.
Beberapa hari berjalan, tak ada kabar lebih lanjut tentang lomba itu. Ku pikir, pak Ali tidak begitu serius dengan penawarannya kemarin. Mungkin saja lomba itu tidak jadi (sedikit berharap). Angan itu pecah setelah ada panggilan dari Mr. Lutfi yang menyuruhku untuk keluar kelas sebentar. Konsentrasiku ngerjain soal ujian menjadi buyar. Sama seperti pak Ali, beliau juga bertanya kesediaanku dalam lomba ini. Harapan hati kecilku pupus; ternyata lomba ini benar-benar serius. Beliau memberikan informasi lebih lanjut mulai dari waktu pelaksanaan, naskah pidato, dlsb. sekaligus beliau siap membimbingku.

UAS berlangsung selama + 10 hari. Dihari pertama libur smesteran selama seminggu, aku kasih tahu ortu perihal kompetisi itu. Mereka sangat menyetujuinya. Keesokan harinya aku pergi ke pondok Mr. Lutfi untuk latihan perdana. Sampai di TKP, ternyata beliau tak ada di pondok. Aku menantinya di kompleks Tahfidz Nirmala. Di sini aku punya banyak teman. Maklum lah tersebab aku alumni Nirmala. Usai beberapa jam menunggu, akhirnya datang juga. Beliau langsung menyerahkan naskah pidato dan menyuruhku untuk mempelajarinya. Scriptnya banyak juga. H-4 untuk aku bisa menguasainya. Beliau juga sampaikan bahwa ada lagi siswa lain yang akan turut serta. Dia Helmi Faruq temanku.

Tibalah hari H yang bertepatan dengan tanggal 29 Muharram 1430 H./26 Januari 2009 M.. Aku berangkat dari rumah ba'da Shubuh dengan diantar Bapak ke SMA. Di sana ada Pak Ali dan Pak Mahmud (yang familiar dipanggil ManAmu). Disusul Mr. Lutfi yang terlihat membawa segala bekal yang diperlukan. Tak lama kemudian Helmi juga datang. Dia juga udah siap siaga untuk budal. Kami menuju Prenduan terlebih dahulu untuk naik bus yang langsung menuju Bangkalan. Kira-kira pukul 06.00 WIB. sampailah kami di "halte bus" (versi Prenduan).

Di tengah perjalanan, tepatnya ketika kami tiba di Kabupaten Sampang, secara tak sengaja pandanganku terarah pada Pondok Pesantren MII Camplong. Mengingatkanku pada pengalaman silam. Dulu, Bapak ingin sekali memondokkanku di sini, akan tetapi aku gak bisa memenuhi hajatnya. Tak jauh dari PonPes ini terdapat wisata Pantai Camplong. Dari Sampang, menuju arah Bangkalan yang akan menjadi titik akhir perjalanan kami. Benar kata tante, dari Sampang menuju Bangkalan itu jaraknya tak sedekat antar Kabupaten lainnya; Sumenep-Pamekasan-Sampang---Bangkalan. Kemacetan seringkali melanda. Hingga terbaca, Selamat datang di Kabupaten Bangkalan. Kami bertiga turun di pertigaan Jhuno'  kota Bangkalan. Kami singgah sebentar di sebuah Masjid yang berada di sebelah barat jalan. Ada ruang minum khusus di Masjid ini. Helmi meminum air yang tersedia itu. “Hiekssss!!!” tampaknya rasa air yang diminumnya tidak seperti biasanya. Dengan ekspresi datar, dia memberiku kesempatan untuk melakukan hal serupa. Hanya keledai yang jatuh dalam lubang yang sama. Menurutnya, air itu terasa kak-pakak ek-paek (ver. Madura) yang artinya getir kepahitan.

Dari Masjid kami naik angkot. 'Syaichona Cholil' memang sudah lumrah menjadi sebutan lokasi yang sudah dimengerti para sopir angkot. Ketika Mr. Lutfi ditanya mau ke mana, dengan gampangnya langsung bilang 'syaichona cholil'. Beliau dapat kenalan baru di atas angkot. Dengan asyiknya mereka ngobrol santai. Sementara Aku dan Helmi cuma termenung di belakang, memikirkan performa nanti. Di tengah jalan, kami bertemu dengan beberapa pelajar yang lagi menggalang dana untuk rakyat Palestina.

Indahnya alun-alun kota menghiasi pandangan kami. Sebagai pendatang baru, aku sama sekali bingung tak tahu arah. Mana barat, timur, selatan, utara. Untung hukum atas, bawah, tengah (tennga alias pungung: Madura ver.) masih berlaku. Turun dari angkot, aku dapat telepon dari Bapak lewat ponsel Mr. Lutfi. Sebagaimana lazimnya orang tua, beliau bertanya keadaan dan lokasiku sekarang. Habis itu, kami bertiga naik becak untuk langsung tiba di tujuan. Transportasi beroda tiga anti nyamuk ini sungguh membuatku santai dan bisa lebih menikmati pemandangan sekitar. Di tepian jalan, banyak rental-rental PS berderetan. Pengayuh becak itu mulai mewawancara kami. Pertanyaan2 lumrah seperti 'dari mana?' 'ada acara apa?' dan berbagai yes or no question lainnya mencukupkan Mr. Lutfi untuk menjadi perwakilan dan satu-satunya narasumber diantara kami.

Tak disangka, putaran roda becak yang kami kendarai membawa kami ke tempat yang salah. Syaichona Cholil adalah sebutan yang cenderung dipahami sebagai asta/kuburan K. Cholil. Mr. Lutfi sepertinya terlanjur cinta dengan sebutan tersebut, sehingga lupa untuk memberikan mudhaf pada frasa itu. Si tukang becak pun banting setir balik arah menuju utara yang asalnya berjalan berbalikan. Di sela-sela kami tertawa dengan kelucuan yang terjadi, Mr. Lutfi terlihat muram. Beliau baru ingat bahwa tadi ia lupa memberi ongkos angkot.

Sampailah kami pada tempat tujuan akhir. Berbagai persiapan telah digalakkan demi suksesnya acara. Terlihat pentas lomba begitu besar. Sebagai kartuna oreng madhura, Xl tak ketinggalan turut mensoponsori. Kami datang pukul 09.00 WIB., terlambat 2 jam dari jadwal yang ditentukan yakni pukul 07.00 WIB. Semua kontestan lomba harus menyerahkan formulir yang telah disertakan dengan undangan pada tiap-tiap sekolah. Dilanjut dengan pengambilan nomor undi. Milikku 022, sedangkan Helmi 017. Kami dipersilahkan untuk menduduki kursi  kursikursikuryang telah disediakan. Pantitia konsumsi menjalankan tugasnya dengan baik. Di barisan barat, ternyata ada peserta yang juga dari Annuqayah. Mereka delegasi MA 1 dan MAT. Ada 2 siswa delegasi MA 1 yang semuanya ikut pidato B. Inggris; serupa dengan SMA. Untuk MAT juga mendelegasikan dobel, tapi masing2 lomba diikutinya; pidato B. Inggris dan B. Arab.

Dimulai dengan pembacaan Al-Fatihah. Disusul dengan sambutan ketua panitia, pengasuh pondok yang sekaligus membuka acara, dan pihak manajer yang mensponsori gebyar lomba pidato 2 bahasa se-Madura ini. Selesai acara pembukaan, diumumkanlah tempat untuk penampilan tiap konsestan. Pentas besar tadi digunakan untuk penampilan peserta lomba pidato B. Arab nomor urut awal. Sementara yang lain ditempatkan di ruang-ruang kelas yang berada di lantai dua. Para kontestan disebar mengingat target selesainya lomba hanya sehari. Kebetulan aku dan Helmi sama-sama di ruang IV. No. undi pertama di ruangan ini jatuh pada peserta delegasi MAT Annuqayah. Namanya Maufiqurrahman atau akrab dipanggil Mr. Atom.

Sambil lalu menunggu panggilan, kami mengisi waktu dengan latihan. Mr. Lutfi memintaku untuk memulai. Beliau memberi penilaian usai percobaan pidatoku. Katanya, kelemahanku terdapat pada intonasi. Kalau pronounce ciation cukup bagus. Kini giliran Helmi. Kecepatannya perlu dikontrol, karena pada hakikatnya berpidato itu bukan untuk menggurui para audience, melainkan secara tidak langsung mengajak mereka berkomunikasi. Jadi jangan terlalu cepat. Demikian koreksi dari Mr. Lutfi.

Sampailah waktu Dhuhur, jadwalnya ishoma. Sementara kami belum tampil juga. Panitia sudah menyiapkan konsumsi berupa 'makan berat' untuk seluruh partisipan. Menu rawon + sop + daging dan sedikit nasi. Masih segar dalam ingatan. Waktu ishoma ini aku juga sempat berbincang dengan peserta delegasi MA dan MAT Annuqayah. Dua orang siswa MA itu bernama Ikhsan dan Supriono. Sedangkan MAT diwakili Mr. Atom. Tampak dia santai karena sudah tampil. Satunya lagi untuk lomba pidato B. Arab ada lora Al-Faiz bin K. Sa’di (alm). Waktu MTs, dia pernah menjuarai lomba pidato B. Arab tingkat provinsi. Selanjutnya kami shalat Dhuhur berjama'ah di Masjid.

Terdengar pengumuman dari panitia yang menyuruh semua peserta berkumpul di tempat lombanya masing-masing karena acaranya akan dimulai kembali. Tibalah saatnya Helmi tampil. Mr. Lutfi sibuk mencari kamera digital untuk mengambil gambar. Penampilan Helmi bagus menurutku. Hanya saja melebihi durasi waktu yang ditentukan. Akibatnya dia harus berhenti di tengah tersebab si MC memberikan aba-aba kalau waktunya udah habis. Durasinya memang singkat; 10 menit.

Penampilan Helmi tadi merupakan pertanda akan dekatnya giliranku. Aku menunggunya di ruangan ini juga sambil melihat penampilan peserta no. urut 18, 19 20, dan 21. Kini tiba giliranku untuk berorasi. Kala aku dipanggil untuk berpidato, teman-teman pada berteriak, “Annuqayah, Annuqayah…” berat rasanya membawa nama Annuqayah di hadapan orang banyak. Sekarang pikiranku fokus pada penyampaian konten orasi. Ku lihat penontonnya lebih dominan kaum hawa. Bakalan lebih seru ku pikir. Di atas mimbar, aku teringat akan pesan Mr. Lutfi bahwa yang menjadi acuanku dalam berpidato adalah Barrack Obama; santai, tenang, tapi menusuk. Dimulai dengan salam, kata pembuka singkat, dan aku pun menyampaikan orasiku yang kontennya garis besarnya seperti di bawah ini.


THE NEW YEAR OF ISLAM

Every nation has it’s own year to be proud of. Every new year is always celebrated happily with many kind of big celebration. Each religion also has it’s own year to be used as a direction in religion-related life. And in this case, the Muslims have the year of Hijriyah. That is the new year of Islam to be proud of by all Muslims in the world. The year of Hijriyah is used by Muslims since the authority of Khalifah Umar bin Khattab. This second Khalifah, or famous called by Amirul Mu’minin instructed to use the year of Hijriyah as the starting point of time-count in all Muslim’s regions. Since then, the year of Hijriyah was widely used as the guidance to arrange the calendar of Muslim’s activities, either in relation to governmental, educational, or other important matter as well as ther history of Islam.

The year of Hijriyah has close relationship with the even of Hijrah by the messenger of Allah and his companions. Hijrah means the emigration of the messenger of Allah and his companions from the city of Makkah to Madinah. This even was named Fajrul Islam by the historians which means the starting time of free and broad Islam by the Muslims. In the new city, Madinah, the messenger of Allah build the Muslims community and country. Madinah, then become the centre of propogation of Islam. And from this city, the light of Islam brightened the world.  Of course, there were many sacrifices during Hijrah, but all were aimed to preserving there Islam believe. The Muslims at that time believe that the even of Hijrah has sighnificant role in the development of Islam. So, the companions of the prophet dicided the year of Hijrah as the name of the year of Islam. By the name, the next generation of muslims can remember the important thing of Hijrah, and take worth lesson from this even.

On this good occasion, I would like to remain you on an important thing. If the others celebrates their new year with big indulgence and pleasure, we celebrate our new year with love, endearment, and brotherhood spirit. Therefore, be afraid to Allah, and protect this Islam year. Keep in mind the name of the month. Use the year of Hijriyah in your daily life. The companion decided the year of Hijriyah as the year of Islam in order that you use it in your daily life. More importantly, the year of Hijriyah also use to distinguish who is the Muslims and who is the infidel.

Dengan script yang tak banyak seperti ini diiringi tempo yang lumayan cepat tentu menghabiskan waktu kurang dari 10 menit. Tiadanya perasaan grogi dalam diriku menimbulkan perasaan heran tersendiri. Tumben sekali kecanggungan tak menghinggapi. Ketika turun dari mimbar, aku disalami oleh Mr. Lutfi --entah apa maksudnya-- di hadapan para penonton semua.

Mr. Lutfi mengajak kami pergi ke alun-alun untuk refreshing karena tugas udah kelar. Terbesit di pikiran untuk cari gado-gado buat makan sore. Di dalam alun-alun kebetulan ada penjual gado-gado yang lagi kosong pembeli. Kami menghampirinya. Mr. Lutfi hanya memesan 2 porsi karena beliau lagi gak nafsu makan gado-gado. Rasanya enak juga, tak kalah dengan gado-gado di restoran Abi Sumenep. Beranjak dari tempat makan ini, kami bertiga menyusuri pemandangan alun-alun. Di sebelah timur terlihat lapangan sepak bola yang cukup luas. Arah lainnya dipenuhi pasangan muda-mudi berpacaran.

Saatnya pengumuman peserta yang masuk 6 besar. Keenam kualifikasi ini akan tampil di pentas utama. Untuk pidato B. Inggris, peserta pertama berasal dari luar Annuqayah. Cewek. Performanya tak sebagus yang ku bayangkan. Kontestan berikutnya delegasi Al-Amien Prenduan (ponpes terbesar di Madura). Dari banyak beberapa yang dipanggil, sementara tak ada satupun dari Annuqayah. Kami bertiga ke Masjid dulu untuk shalat 'Ashar. Kembalinya dari Masjid, Mr. Atom memberi kabar bahwa untuk pidato B. Arab sudah bisa dipastikan tak ada yang lolos. Harapan kita selanjutnya bertumpu pada pidato B. Inggris. Tibalah pemanggilan peserta kualifikasi terakhir. Ternyata jatuh pada no. undi 017 yang tak lain adalah Helmi. Namun waktu pemanggilan, Helmi tidak disebut sebagai utusan dari Annuqayah melainkan dari satu lembaga di Pakandangan. Mr. Lutfi mengklarifikasi pada MC. Mereka pun tidak bisa memberikan penjelasan pasti. Karena tak ada yang maju, maka kita pun yakin bahwa yang dimaksud memang 'Helmi Annuqayah' (mengingat banyaknya nama Helmi). Maka Helmi pun maju. Pidatonya lebih bagus dari yang sebelumnya.

Tibalah pembacaan pemenang bagi para peserta kualifikasi. Untuk pidato B. Inggris, juara I diperoleh oleh siswa Bangkalan sendiri, juara II diraih oleh Peserta dari Al-Amien, yang ketika berpidato dia sempat menyanyikan lagu If I Let You Go nya Westlife. Benar dugaanku, Helmi mendapat harapan II mengingat penampilan mengecewakan dari peserta pertama yang mendapat harapan III. 

Terdengar sedikit desas-desus dari orang-orang. Mereka membicarakan peserta yang meraih juara pertama pada pidato B. Inggris. Kata Ikhsan, dia memegang teks waktu babak penyisihan tadi. Entah kenapa, juri meloloskannya pada babak Grand Final. Untuk lomba pidato B. Arab, juara pertama diraih oleh peserta dari Al-Amien juga. Ra Al-Faiz yang dulu pernah juara 1 se-jawa timur kali ini tak beruntung. Hanya Helmi dari Annuqayah yang berhasil menang. Tiap pemenang dapat hadiah masing-masing. Selain dapat piagam, mereka juga membawa pulang TABANAS. Kebetulan Helmi dapat 250.000. Alhamdulillah, katanya.

Seluruh delegasi Annuqayah berkumpul untuk pulang bersama. Ada Ikhsan, Mr. Atom, Supriono, dan pak Nashiri selaku pembimbing MA I. Sementara Al-Faiz berkunjung ke rumah kerabatnya yang ada di Bangkalan juga. Kami semua makan lalapan di warung lesehan pinggir jalan. Menuku ayam goreng + es jeruk panas. Selanjutnya kami menunggu angkot untuk diantar ke halte bus. Mr. Atom dan Ikhsan tidak ikut bersama. Mereka masih mau ke Surabaya untuk membeli barang-barang titipan temannya. Kami berlima pulang dalam satu bus.

Sampai Prenduan tengah malam. Mr. Lutfi SMS pak Ali untuk dijemput. Tak lama kemudian, Pak Ali dan ManAmu datang juga. Aku dan Helmi ngebonceng motor pak Ali. Kami harus bermalam di kantor SMA tersebab kemalaman untuk pulang ke rumah.

Begitulah coretan singkat pengalamanku. Aku senang sekali meskipun tidak mendapat juara pada lomba kali ini. Pelajaran paling berharga adalah bertambahnya pengalaman demi suatu kemajuan diri. Study hard, never give up!

U're welcome to share and comment.



Instagram